Kamis, 07 Februari 2013

Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) | Penyusutan dan Amortisasi Aset Perusahaan



Biaya penyusutan suatu harta sangat dipengaruhi oleh nilai harta tersebut pada saat perolehannya. Hal lain yang berpengaruh adalah umur ekonomis,  metode penyusutan serta nilai sisa harta tersebut setelah berakhirnya umur ekonomis.

Dalam akuntansi komersial pengusaha bebas menentukan metode penyusutan, umur ekonomis serta nilai sisa suatu harta. Tetapi hal tersebut akan menimbulkan biaya penyusutan serta beban pajak yang tidak seragam diantara wajib pajak. Selain itu dalam audit pajak juga akan timbul perdebatan antara wajib pajak dan pemeriksa pajak dengan Wajib Pajak maka pemerintah menganggap perlu adanya keseragaman metode penyusutan atas suatu harta. Tulisan ini akan membahas masalah metode penyusutan atas suatu harta menurut ketentuan pajak.

PENYUSUTAN

            Hal-hal yang menentukan besarnya biaya penyusutan adalah nilai perolehan, umur ekonomis, metode penyusutan serta nilai sisa harta. Biaya penyusutan per tahun dihitung dengan rumus :

            Biaya Penyusutan per tahun = Nilai perolehan Harta – Nilai Sisa
                                                                        Umur Ekonomis

            Disini akan difokuskan pada umur ekonomis, metode penyusutan, nilai sisa serta tarif penyusutan.

A.                 Umur Ekonomis
Menurut ketentuan pajak, umur ekonomis/masa manfaat suatu aktiva ditentukan berdasarkan kelompok-kelompok aktiva sebagai berikut :

Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
I.        Bukan Bangunan
Kelompok 1   
Kelompok 2   
Kelompok 3                     
Kelompok 4  
      II.  Bangunan
                  Permanen
                  Tidak Permanen

4   tahun
8   tahun
16 tahun
20 tahun

20 tahun
10 tahun


Dalam rangka memberikan keseragaman kepada Wajib Pajak, Menteri Keuangan telah menetapkan jenis-jenis harta yang termasuk dalam setiap kelompok masa manfaat yang harus diikuti oleh Wajib Pajak. Daftar Harta tersebut selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. (Peraturan Menteri Keuangan 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan).

Contoh :
Apapun jenis usaha Wajib Pajak, harta berupa komputer, printer dan scanner ditentukan golongan 1 sehingga dianggap berumur 4 tahun. Padahal bisa saja secara akuntansi komputer tersebut dianggap berumur hanya 2 tahun.

B.                                        Metode Penyusutan

a.                   Metode garis lurus yaitu penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut.
            Contoh :
Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp 100.000.000 dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, maka penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp 5.000.000 (Rp 100.000.000 : 20)

b.                  Metode saldo menurun yaitu penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku. Jika Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus di susutkan sekaligus.
            Contoh :
Sepeda motor 15 buah yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2011 dengan harga perolehan sebesar Rp 150.000.000. Masa manfaat dari sepeda motor berdasarkan PMK 96/PMK.03/2009 adalah 4 (empat) tahun. Tarif penyusutan untuk golongan I dengan metode saldo menurun ditetapkan 50 % (lima puluh persen), perhitungannya adalah sebagai berikut :

Tahun
Tarif
Penyusutan
Akm.Penyusutan
Nilai Sisa Buku Fiskal
Harga Perolehan
Rp. 150.000.000
2011
50%
Rp.  75.000.000
Rp.  75.000.000
Rp.   75.000.000
2012
50%
Rp.125.000.000
Rp.125.000.000
Rp.   37.500.000
2013
50%
Rp.  18.750.000
Rp.131.250.000
Rp.   18.750.000
2014
-
Rp.  18.750.000
Rp.150.000.000
-
                        Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat azas.

C.                 Nilai Sisa
Menurut ketentuan pajak, nilai sisa suatu aktiva setelah berakhirnya umur ekonomis adalah nihil. Jadi, pajak tidak mengenal nilai sisa/nilai residu sehingga semua nilai perolehan harta harus habis disusutkan.
D.                 Tarif Penyusutan

Tarif penyusutan ditentukan berdasarkan metode serta umur ekonomis harta. Bila suatu     harta ditentukan masuk kelompok I maka umur ekonomisnya dianggap 4 tahun. Bila metode penyusutan yang dipilih atas harta tersebut adalah metode garis lurus maka tarif penyusutannya adalah 100% umur ekonomis atau sama dengan 100% : 4 = 25%. Bila metode penyusutan yang dipilih adalah metode saldo menurun maka tarif penyusutannya adalah 2 kali tarif metode garis lurus. Jadi bila suatu harta masuk kelompok I (umur 4 tahun) dan metode yang dipilih adalah saldo menurun maka tarif penyusutannya adalah 2 x 100% : 4 = 50% atau 2 x 25% = 50 %.

            Dibawah ini tercantum daftar selengkapnya dari tarif penyusutan. Perhatikan bahwa tarif penyusutan ditentukan berdasarkan kelompok harta dan tarif untuk metode saldo menurun adalah 2 kali tarif garis lurus.

Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan
Garis Lurus
Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan
    Kelompok 1
    Kelompok 2
    Kelompok 3
    Kelompok 4
II. Bangunan
    Permanen
    Tidak Permanen

4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun

20 tahun
10 tahun

2,5%
12,5%
6,25%
5%

5%
10%

50%
25 %
12,5 %
10%


Bangunan tidak permanen didefinisikan sebagai bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan.

            Harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atatu metode saldo menurun. Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusUtkan dalam satu kelompok.

E.                  Saat Dimulainya Penyusutan
            Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.

Contoh I :
Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp 100.000.000 Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2011 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2012. Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak 2012.

      Contoh 2 :
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2011 dengan harga perolehan sebesar Rp 100.000.000. Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Metode penyusutannya adalah saldo menurun sehingga tarif penyusutannya 50% (lima puluh persen). Perhitungan penyusutannya adalah sebagai berikut :


Tahun
Tarif
Penyusutan
Akm.Penyusutan
Nilai Sisa Buku
Harga Perolehan
Rp. 100.000.000
2011
6/12 x 50%
Rp.  25.000.000
Rp.  25.000.000
Rp.   75.000.000
2012
50%
Rp.  37.500.000
Rp.  62.500.000
Rp.   37.250.000
2013
50%
Rp.  18.750.000
Rp.  81.250.000
Rp.   18.750.000
2014
50%
Rp.    9.375.000
Rp.  90.625.000
Rp.     9.375.000
2015

Rp.    9.375.000
Rp.100.000.000
0

Contoh 3.        
PT X yang bergerak di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2011. Perkebunan tersebut mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2012. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai tahun 2012.

F.                  Penyusutan Atas Tanah
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan (dikapitalisasikan dalam harga tanah). Contohnya harga perolehan tanah serta pengurusan hak-hak tersebut dari instasi yang berwenang untuk pertama kalinya.

Biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai diamortisasikan selama jangka waktu hak-hak tersebut.

Contoh :
Biaya perpanjangan Hak Guna Bangunan selama 4 tahun adalah sebesar Rp 40.000.000. Maka biaya perpanjangan tersebut diamotisasikan selama 4 tahun. Apabila tanah tersebut dipergunakan untuk memperoleh penghasilan dan nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, maka tanah tersebut harus disusutkan.
Contoh :
Tanah yang digunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata disusutkan untuk mencerminkan nilai tanah yang sebenarnya. Penyusutan dilakukan dengan memperkirakan masa manfaat tanah sampai berakhirnya masa penggunaan tanah untuk bahan baku genteng, keramik atau batu bata.

Adapun peraturan baru tentang penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang dimiliki dan di gunakan dalam bidang usaha tertentu yang diatur dalam PMK-249/PMK.03/2008 dimana WP yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

Bidang usaha tertentu yang dimaksud meliputi :

a.1       bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, dan hasil yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun ;

a.2       bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun ;

a.3       bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah di pelihara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.

Harta berwujud yang dimaksud berupa aktiva tetap yang dimiliki dan digunakan serta merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu, yaitu :

a.       Bidang usaha kehutanan, meliputi tanaman kehutanan kayu
b.      Bidang usaha industry perkebunan tanaman keras, meliputi tanaman keras
c.       Bidang usaha peternakan meliputi ternak, termasuk ternak sapi pejantan

Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud di mulai pada bulan produksi komersial, dimana bulan penjualan mulai dilakukan.

AMORTISASI

Sebagaimana halnya dengan aktiva tetap berwujud, aktiva tidak berwujud juga disusutkan (diamortisasikan) dengan memperhatikan 5 hal yaitu nilai perolehan, masa manfaat, nilai sisa, metode penyusutan (amortisasi) serta tarif amortisasi. Ketentuan pajak atas amortisasi aktiva tidak berwujud hampir sama dengan ketentuan penyusutan aktiva tetap. Perbedaan hanya terletak pada tidak dikenalnya pengelompokkan aktiva berupa bangunan permanen atau tidak permanen. Ketentuan amortisasi tentang pengelompokkan jenis aktiva,  penentuan masa manfaat, metode amortisasi, tarif serta nilai sisa sama dengan ketentuan penyusutan.

Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut :

Kelompok Harta Tak Berwujud
Masa Manfaat
Tarif amortisasi berdasarkan metode
Garis Lurus
Saldo Menurun
Kelomok 1
4   tahun
25 %
50 %
Kelomok 2
8   tahun
12,5 %
25 %
Kelomok 3
16 tahun
6,25 %
12,5 %
Kelomok 4
20 tahun
5 %
10 %

            Perhatikan daftar amortisasi diatas. Daftar tersebut sama persis dengan daftar penyusutan baik dalam penentuan kelompok aktiva tidak berwujud, masa manfaat, metode amortisasi maupun tarif amortisasi. Karena aktiva tidak berwujud tidak mengenal kelompok bangunan maka ketentuan penyusutan bangunan tidak dicantumkan.

            Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya 6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8 (delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun.

A.                Amortisasi Hak Penambangan Migas

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak bidang penambangan migas dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.

Metode satuan produksi adalah perbandingan antara realisasi penambangan migas pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan migas dilokasi tersebut yang dapat  diproduksi.

Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.

            Contoh :
Pengeluaran untuk memperoleh Hak Penambangan Migas dengan potensi 10 juta barel adalah sebesar Rp 50 Miliar. Penegeluaran tersebut diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam satu tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3 juta barel yang berarti 30% dari potensi yang tersedia, maka besarnya amortisasi pada tahun tersebut adalah 30% dari pengeluaran atau Rp 15 miliar.

B.                 Amortisasi Perolehan Hak Selain Penambangan Migas

Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, atau hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.

            Contoh :
Pengeluaran untuk memperoleh HPH dengan potensi 10 juta ton kayu, adalah sebesar Rp 50 miliar. Pengeluaran tersebut diamortisasi sesuai dengan persentasi satuan produksi yang direalisasikan dalam setahun yang bersangkutan. Jika dalam satu tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3 juta ton yang berarti 30% dari potensi yang tersedia, maka walaupunjumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30 % dan jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan pada tahun tersebut adalah 20 % dari pengeluaran atau Rp 10 miliar.

C.                Pengalihan Harta Tak Berwujud

Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.

            Contoh :
PT X mengeluarkan biaya perolehan hak penambangan migas sebesar Rp 500 miliar. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah 200 juta barel. Setelah produksi minyak mencapai 100 juta barel (50 %), PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga Rp 300 miliar. Perhitungan laba rugi dan penjualan hak tersebut sebagai berikut :


            Harga Perolehan                                                                           Rp 500M
            Amortisasi yang telah dilakukan 100.000.000 x 50%                     Rp 250M
                                                                    200.000.000
            Nilai buku harta                                                                            Rp 250M
            Harga Jual harta                                                                            Rp 300M
            Laba pengalihan harta                                                                   Rp   50M
                       
            Apabila pengalihan harta tersebut diatas memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b (sumbangan atau hibah yang bukan obyek pajak), maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian pihak yang mengalihkan.

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya untuk bidang usaha tertentu dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran atau pada bulan produk komersial, bulan dimana penjualan mulai dilakukan.

Bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam PMK-248/PMK.03/2008 meliputi :

a.                   Bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, dan hasil hutan, dan hasil yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun;
b.                  Bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun;
c.                   Bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.

Gunakan company directory dibawah ini untuk menghubungi kami baik untuk konsultasi maupun berminat menggunakan jasa kami. Kami akan segera merespon pertanyaan Anda secepat yang bisa kami lakukan. Terima kasih.

Camden Konsultan Pajak


Wisma Iskandarsyah Blok A-10
Jl. Iskandarsyah Raya Kav. 12 – 14 Jakarta Selatan 12160
Phone          : 021-27091445
HP/WA        : 081319863888
Email           : camdenkapital@gmail.com
Website       : www.camdenpajak.id | http://www.binajasakonsultanpajak.blogspot.com





0 komentar :

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Recommended