Biaya penyusutan suatu harta sangat dipengaruhi oleh nilai
harta tersebut pada saat perolehannya. Hal lain yang berpengaruh adalah umur
ekonomis, metode penyusutan serta nilai
sisa harta tersebut setelah berakhirnya umur ekonomis.
Dalam akuntansi komersial
pengusaha bebas menentukan metode penyusutan, umur ekonomis serta nilai sisa
suatu harta. Tetapi hal tersebut akan menimbulkan biaya penyusutan serta beban
pajak yang tidak seragam diantara wajib pajak. Selain itu dalam audit pajak
juga akan timbul perdebatan antara wajib pajak dan pemeriksa pajak dengan Wajib
Pajak maka pemerintah menganggap perlu adanya keseragaman metode penyusutan
atas suatu harta. Tulisan ini akan membahas masalah metode penyusutan atas suatu
harta menurut ketentuan pajak.
PENYUSUTAN
Hal-hal yang menentukan besarnya biaya penyusutan
adalah nilai perolehan, umur ekonomis, metode penyusutan serta nilai sisa
harta. Biaya penyusutan per tahun dihitung dengan rumus :
Biaya Penyusutan per tahun = Nilai
perolehan Harta – Nilai Sisa
Umur
Ekonomis
Disini akan difokuskan pada umur
ekonomis, metode penyusutan, nilai sisa serta tarif penyusutan.
A.
Umur
Ekonomis
Menurut
ketentuan pajak, umur ekonomis/masa manfaat suatu aktiva ditentukan berdasarkan
kelompok-kelompok aktiva sebagai berikut :
Kelompok Harta Berwujud
|
Masa
Manfaat
|
I.
Bukan
Bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
II. Bangunan
Permanen
Tidak Permanen
|
4 tahun
8 tahun
16
tahun
20
tahun
20
tahun
10
tahun
|
Dalam rangka memberikan keseragaman
kepada Wajib Pajak, Menteri Keuangan telah menetapkan jenis-jenis harta yang
termasuk dalam setiap kelompok masa manfaat yang harus diikuti oleh Wajib
Pajak. Daftar Harta tersebut selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
(Peraturan Menteri Keuangan 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta Yang
Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan
Penyusutan).
Contoh :
Apapun jenis usaha Wajib Pajak,
harta berupa komputer, printer dan scanner ditentukan golongan 1 sehingga
dianggap berumur 4 tahun. Padahal bisa saja secara akuntansi komputer tersebut
dianggap berumur hanya 2 tahun.
B. Metode
Penyusutan
a.
Metode
garis lurus yaitu penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa
manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut.
Contoh
:
Sebuah
gedung yang harga perolehannya Rp 100.000.000 dan masa manfaatnya 20 (dua
puluh) tahun, maka penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp 5.000.000 (Rp
100.000.000 : 20)
b.
Metode
saldo menurun yaitu penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara
menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku. Jika Wajib Pajak memilih
menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus
di susutkan sekaligus.
Contoh
:
Sepeda
motor 15 buah yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2011 dengan harga
perolehan sebesar Rp 150.000.000. Masa manfaat dari sepeda motor berdasarkan
PMK 96/PMK.03/2009 adalah 4 (empat) tahun. Tarif penyusutan untuk golongan I
dengan metode saldo menurun ditetapkan 50 % (lima puluh persen), perhitungannya
adalah sebagai berikut :
Tahun
|
Tarif
|
Penyusutan
|
Akm.Penyusutan
|
Nilai
Sisa Buku Fiskal
|
Harga Perolehan
|
Rp. 150.000.000
|
|||
2011
|
50%
|
Rp. 75.000.000
|
Rp. 75.000.000
|
Rp. 75.000.000
|
2012
|
50%
|
Rp.125.000.000
|
Rp.125.000.000
|
Rp. 37.500.000
|
2013
|
50%
|
Rp. 18.750.000
|
Rp.131.250.000
|
Rp. 18.750.000
|
2014
|
-
|
Rp. 18.750.000
|
Rp.150.000.000
|
-
|
Penggunaan
metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat azas.
C.
Nilai
Sisa
Menurut ketentuan pajak, nilai
sisa suatu aktiva setelah berakhirnya umur ekonomis adalah nihil. Jadi, pajak
tidak mengenal nilai sisa/nilai residu sehingga semua nilai perolehan harta
harus habis disusutkan.
D.
Tarif
Penyusutan
Tarif penyusutan ditentukan
berdasarkan metode serta umur ekonomis harta. Bila suatu harta ditentukan masuk kelompok I maka umur
ekonomisnya dianggap 4 tahun. Bila metode penyusutan yang dipilih atas harta
tersebut adalah metode garis lurus maka tarif penyusutannya adalah 100% umur
ekonomis atau sama dengan 100% : 4 = 25%. Bila metode penyusutan yang dipilih
adalah metode saldo menurun maka tarif penyusutannya adalah 2 kali tarif metode
garis lurus. Jadi bila suatu harta masuk kelompok I (umur 4 tahun) dan metode
yang dipilih adalah saldo menurun maka tarif penyusutannya adalah 2 x 100% : 4
= 50% atau 2 x 25% = 50 %.
Dibawah
ini tercantum daftar selengkapnya dari tarif penyusutan. Perhatikan bahwa tarif
penyusutan ditentukan berdasarkan kelompok harta dan tarif untuk metode saldo
menurun adalah 2 kali tarif garis lurus.
Kelompok Harta Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif
Penyusutan
|
|
Garis Lurus
|
Saldo
Menurun
|
||
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
II. Bangunan
Permanen
Tidak Permanen
|
4 tahun
8 tahun
16
tahun
20
tahun
20
tahun
10
tahun
|
2,5%
12,5%
6,25%
5%
5%
10%
|
50%
25 %
12,5 %
10%
|
Bangunan tidak permanen
didefinisikan sebagai bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan
yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa
manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Misalnya, barak atau asrama
yang dibuat dari kayu untuk karyawan.
Harta
berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus.
Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atatu
metode saldo menurun. Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis
dapat disusUtkan dalam satu kelompok.
E.
Saat
Dimulainya Penyusutan
Penyusutan
dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran. Dengan persetujuan Direktur
Jenderal Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta
tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau
pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
Contoh
I :
Pengeluaran untuk pembangunan
sebuah gedung adalah sebesar Rp 100.000.000 Pembangunan dimulai pada bulan
Oktober 2011 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2012. Penyusutan atas
harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak
2012.
Contoh 2 :
Sebuah mesin yang dibeli dan
ditempatkan pada bulan Juli 2011 dengan harga perolehan sebesar Rp 100.000.000.
Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Metode penyusutannya
adalah saldo menurun sehingga tarif penyusutannya 50% (lima puluh persen).
Perhitungan penyusutannya adalah sebagai berikut :
Tahun
|
Tarif
|
Penyusutan
|
Akm.Penyusutan
|
Nilai
Sisa Buku
|
Harga Perolehan
|
Rp. 100.000.000
|
|||
2011
|
6/12 x 50%
|
Rp. 25.000.000
|
Rp. 25.000.000
|
Rp. 75.000.000
|
2012
|
50%
|
Rp. 37.500.000
|
Rp. 62.500.000
|
Rp. 37.250.000
|
2013
|
50%
|
Rp. 18.750.000
|
Rp. 81.250.000
|
Rp. 18.750.000
|
2014
|
50%
|
Rp. 9.375.000
|
Rp. 90.625.000
|
Rp. 9.375.000
|
2015
|
Rp. 9.375.000
|
Rp.100.000.000
|
0
|
Contoh
3.
PT X yang bergerak di bidang
perkebunan membeli traktor pada tahun 2011. Perkebunan tersebut mulai
menghasilkan (panen) pada tahun 2012. Dengan persetujuan Direktur Jenderal
Pajak, penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai tahun 2012.
F.
Penyusutan
Atas Tanah
Pengeluaran-pengeluaran untuk
memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak
guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan
(dikapitalisasikan dalam harga tanah). Contohnya harga perolehan tanah serta
pengurusan hak-hak tersebut dari instasi yang berwenang untuk pertama kalinya.
Biaya perpanjangan hak guna
bangunan, hak guna usaha dan hak pakai diamortisasikan selama jangka waktu
hak-hak tersebut.
Contoh
:
Biaya perpanjangan Hak Guna
Bangunan selama 4 tahun adalah sebesar Rp 40.000.000. Maka biaya perpanjangan
tersebut diamotisasikan selama 4 tahun. Apabila tanah tersebut dipergunakan
untuk memperoleh penghasilan dan nilai tanah tersebut berkurang karena
penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, maka tanah tersebut harus
disusutkan.
Contoh
:
Tanah yang digunakan untuk
perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata disusutkan
untuk mencerminkan nilai tanah yang sebenarnya. Penyusutan dilakukan dengan
memperkirakan masa manfaat tanah sampai berakhirnya masa penggunaan tanah untuk
bahan baku genteng, keramik atau batu bata.
Adapun
peraturan baru tentang penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta
berwujud yang dimiliki dan di gunakan dalam bidang usaha tertentu yang diatur
dalam PMK-249/PMK.03/2008 dimana WP yang bergerak dalam bidang usaha tertentu
dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan
bagi harta tersebut.
Bidang
usaha tertentu yang dimaksud meliputi :
a.1 bidang usaha kehutanan, yaitu bidang
usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, dan hasil yang tanamannya dapat
berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1
(satu) tahun ;
a.2 bidang usaha perkebunan tanaman keras,
yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali
dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun ;
a.3 bidang usaha peternakan, yaitu bidang
usaha peternakan dimana ternak dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat
dijual setelah di pelihara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
Harta
berwujud yang dimaksud berupa aktiva tetap yang dimiliki dan digunakan serta
merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu, yaitu :
a.
Bidang
usaha kehutanan, meliputi tanaman kehutanan kayu
b.
Bidang
usaha industry perkebunan tanaman keras, meliputi tanaman keras
c.
Bidang
usaha peternakan meliputi ternak, termasuk ternak sapi pejantan
Penyusutan atas pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud di mulai pada bulan produksi komersial, dimana bulan
penjualan mulai dilakukan.
AMORTISASI
Sebagaimana
halnya dengan aktiva tetap berwujud, aktiva tidak berwujud juga disusutkan
(diamortisasikan) dengan memperhatikan 5 hal yaitu nilai perolehan, masa
manfaat, nilai sisa, metode penyusutan (amortisasi) serta tarif amortisasi.
Ketentuan pajak atas amortisasi aktiva tidak berwujud hampir sama dengan
ketentuan penyusutan aktiva tetap. Perbedaan hanya terletak pada tidak
dikenalnya pengelompokkan aktiva berupa bangunan permanen atau tidak permanen.
Ketentuan amortisasi tentang pengelompokkan jenis aktiva, penentuan masa manfaat, metode amortisasi,
tarif serta nilai sisa sama dengan ketentuan penyusutan.
Untuk
menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai
berikut :
Kelompok Harta
Tak Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif
amortisasi berdasarkan metode
|
|
Garis Lurus
|
Saldo Menurun
|
||
Kelomok 1
|
4
tahun
|
25 %
|
50 %
|
Kelomok 2
|
8
tahun
|
12,5 %
|
25 %
|
Kelomok 3
|
16 tahun
|
6,25 %
|
12,5 %
|
Kelomok 4
|
20 tahun
|
5 %
|
10 %
|
Perhatikan daftar amortisasi diatas. Daftar tersebut sama
persis dengan daftar penyusutan baik dalam penentuan kelompok aktiva tidak
berwujud, masa manfaat, metode amortisasi maupun tarif amortisasi. Karena
aktiva tidak berwujud tidak mengenal kelompok bangunan maka ketentuan
penyusutan bangunan tidak dicantumkan.
Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak
tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan
masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat
yang sebenarnya 6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4
(empat) tahun atau 8 (delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5
(lima) tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan
kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun.
A.
Amortisasi
Hak Penambangan Migas
Amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak bidang penambangan migas dilakukan dengan
menggunakan metode satuan produksi.
Metode
satuan produksi adalah perbandingan antara realisasi penambangan migas pada
tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan migas dilokasi
tersebut yang dapat diproduksi.
Apabila
ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan,
sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran
lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam
tahun pajak yang bersangkutan.
Contoh :
Pengeluaran
untuk memperoleh Hak Penambangan Migas dengan potensi 10 juta barel adalah
sebesar Rp 50 Miliar. Penegeluaran tersebut diamortisasi sesuai dengan
persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan.
Jika dalam satu tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3 juta barel yang
berarti 30% dari potensi yang tersedia, maka besarnya amortisasi pada tahun
tersebut adalah 30% dari pengeluaran atau Rp 15 miliar.
B.
Amortisasi
Perolehan Hak Selain Penambangan Migas
Pengeluaran
untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan
hutan, atau hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut diamortisasi
berdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah setinggi-tingginya 20% (dua
puluh persen) setahun.
Contoh :
Pengeluaran
untuk memperoleh HPH dengan potensi 10 juta ton kayu, adalah sebesar Rp 50
miliar. Pengeluaran tersebut diamortisasi sesuai dengan persentasi satuan
produksi yang direalisasikan dalam setahun yang bersangkutan. Jika dalam satu
tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3 juta ton yang berarti 30% dari
potensi yang tersedia, maka walaupunjumlah produksi pada tahun tersebut mencapai
30 % dan jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan
pada tahun tersebut adalah 20 % dari pengeluaran atau Rp 10 miliar.
C.
Pengalihan
Harta Tak Berwujud
Apabila
terjadi pengalihan harta tak berwujud, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak
tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai
penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.
Contoh :
PT
X mengeluarkan biaya perolehan hak penambangan migas sebesar Rp 500 miliar.
Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah 200 juta barel.
Setelah produksi minyak mencapai 100 juta barel (50 %), PT X menjual hak
penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga Rp 300 miliar. Perhitungan
laba rugi dan penjualan hak tersebut sebagai berikut :
Harga Perolehan Rp
500M
Amortisasi yang telah dilakukan 100.000.000
x 50% Rp
250M
200.000.000
Nilai buku harta Rp
250M
Harga Jual harta Rp
300M
Laba pengalihan harta Rp
50M
Apabila pengalihan harta tersebut
diatas memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b (sumbangan atau
hibah yang bukan obyek pajak), maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak
boleh dibebankan sebagai kerugian pihak yang mengalihkan.
Amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya
untuk bidang usaha tertentu dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran atau
pada bulan produk komersial, bulan dimana penjualan mulai dilakukan.
Bidang
usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam PMK-248/PMK.03/2008 meliputi :
a.
Bidang usaha kehutanan, yaitu bidang
usaha hutan, dan hasil hutan, dan hasil yang tanamannya dapat berproduksi
berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun;
b.
Bidang usaha perkebunan tanaman keras,
yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali
dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun;
c.
Bidang usaha peternakan, yaitu bidang
usaha peternakan dimana ternak dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat
dijual setelah dipelihara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
Gunakan company directory dibawah ini untuk menghubungi kami baik untuk konsultasi maupun berminat menggunakan jasa kami. Kami akan segera merespon pertanyaan Anda secepat yang bisa kami lakukan. Terima kasih.
0 komentar :
Posting Komentar