Kamis, 10 Oktober 2013

Cara Menghitung Pajak Penghasilan bagi Dokter


Cara Menghitung Pajak Penghasilan bagi Dokter. Mengenai pemotongan pajak penghasilan bagi dokter banyak juga kita jumpai ada Dokter yang bertindak sebagai pegawai tetap di RS tertentu yang pada akhir tahun mendapatkan penghitungan PPh Pasal 21 atas Dokter dengan mendapatkan lampiran SPT 1721 A1 juga melakukan praktek di RS lain dengan status sebagai tenaga part time yang setiap bulannya mendapatkan bukti potong PPh Pasal 21 Dokter dari RS tersebut. Apabila demikian dapat dipastikan bahwa perhitungan di akhir tahun setelah di lakukan penggabungan antara 1721 A1 dan bukti potong maka menjadi kurang bayar.

Apa saja penghasilan yang diterima Dokter?

Dokter karena keahliannya atau kegiatannya dapat menerima penghasilan yang berupa :

    1. Gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya terkait dengan gaji, sebagai pegawai tetap;

    2. Honorarium, komisi, atau fee sebagai tenaga ahli;

    3. Uang saku, uang presentasi, uang rapat karena dokter sebagai peserta kegiatan.

    4. Hadiah atau penghargaan, bonus, gratifikasi atau imbalan dalam bentuk lain, karena sebagai dokter yang memberikan keuntungan bagi produsen obat-obatan atau alat kesehatan lainnya;

    5. Laba usaha karena sebagai dokter yang buka praktek;


Bagaimana Cara Menghitung Pajak Penghasilan bagi Dokter ?

Untuk mengetahui berapa PPh yang harus dibayar atau dilunasi dokter atas penghasilan yang diterimanya, terlebih dahulu perlu dijelaskan bahwa pembayaran atau pelunasan PPh dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu :

    1. Pemotongan/Pemungutan oleh pihak pemberi penghasilan dalam hal ini bisa RS maupun klinik tempatnya bekerja;

    2. Penyetoran sendiri oleh Wajib pajak setelah menghitung dan memperhitungkan PPh terhutang selama satu tahun apabila melakukan pekerjaan bebas maupun bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja.


Besarnya PPh atas penghasilan berupa gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya yang terkait dengan gaji, honorarium, komisi atau fee, hadiah, bonus, gratifikasi, uang saku, uang presentasi dan uang rapat, yang diberikan oleh pemberi kerja yang ditunjuk sebagai pemotong, ditentukan melalui penghitungan yang dilakukan oleh pemberi kerja tersebut. PPh yang terhutang ini disebut juga dengan PPh Pasal 21 karena diatur dalam Pasal 21 di UU PPh.


Tarif yang digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 21 khusus untuk dokter (tenaga ahli) adalah :


    1. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21. Dasar Pengenaan dan Pemotongan ditentukan sebesar 50% dari jumlah bruto; dan

    2. Tarif 15% dari jumlah bruto (bersifat Final) khusus untuk penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja, dan imbalan lain dengan nama apapun yang dananya berasal dari APBN/APBD serta yang menerimanya PNS/TNI/POLRI/Pejabat Negara golongan III/a ke atas atau Letnan Dua ke atas.


Cara Menghitung Pajak Penghasilan bagi Dokter sebagai berikut :

    1. Gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya terkait dengan gaji, karena sebagai pegawai tetap.


    Misalnya Dokter Setiawan (status sendiri dan tidak mempunyai tanggungan) pegawai tetap di RS Raja Sehat dengan gaji dan tunjangan sebulan Rp 15.000.000,-
    PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja :
    Gaji + Tunjangan setahun
    15.000.000 x 12 = Rp180.000.000,-
    Pengurang :

        Biaya jabatan (5%x jumlah bruto penghasilan setahun, maksimal Rp6.000.000) = (Rp 6.000.000,-)

        PTKP Sendiri (TK/-) = (Rp 15.840.000,-)

Penghasilan Kena Pajak = Rp158.160.000,-
PPh Pasal 21 terhutang :
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh x PKP =
5% x Rp50.000.000,- = Rp 2.500.000
15% x Rp108.160.000,- = Rp16.224.000
Total Rp18.724.000
Dokter Setiawan wajib menerima bukti potong PPh pasal 21 dari Rumah Sakit Raja Sehat.


    2. Honorarium, komisi atau fee, uang saku, uang presentasi, uang rapat yang dananya berasal dari APBN/APBD ataupun yang bukan.


       a. Misalnya Dokter Setiawan (PNS/TNI/POLRI) menerima honorarium yang dananya dari APBN/APBD sebesar Rp10.000.000.
        PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja/pemberi penghasilan :
        15% xRp10.000.000 = Rp1.500.000,-


        Pemotongan PPh Pasal 21 ini bersifat final atau tidak diperhitungkan lagi dengan penghasilan lainnya sehingga sudah selesai penghitungan PPh, namun tetap dilaporkan dalam SPT Tahunan PPhnya (melampirkan bukti potong PPh Pasal 21 tersebut).


        b. Misal Dokter Sammy (swasta) menerima uang presentasi yang dananya dari APBN/APBD sebesar Rp10.000.000, dari Departemen Kesehatan.
        PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja/pemberi penghasilan :
        5% x (50% x Rp10.000.000,-) = Rp250.000,-
        Dokter Sammy (swasta) wajib menerima bukti potong PPh Pasal 21 dari Departemen Kesehatan dan menghitung kembali penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPh-nya.


        c. Misal Dokter Setiawan (swasta ataupun PNS/TNI/POLRI) menerima honorarium pada bulan Maret 2009 sebesar Rp30.000.000. dari Rumah sakit Raja Sehat
        PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja/pemberi penghasilan :
        5% x (50% x Rp30.000.000,-) = Rp750.000.-
        Dokter Setiawan wajib diberikan bukti potong PPh Pasal 21.


Catatan :

        Apabila penghasilan tersebut diberikan karena pekerjaan atau jasanya bersifat berkesinambungan baik berdasarkan kontrak atau kenyataan sebenarnya, maka tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a diterapkan atas jumlah kumulatifnya.


        Misalnya di bulan April 2009 Dokter Setiawan juga mendapat honorarium sebesar Rp80.000.000,- dari Rumah Sakit Raja Sehat (bulan Maret 2009 telah menerima Rp30.000.000,-), sehingga jumlah kumulatifnya menjadi Rp30.000.000,- + Rp80.000.000,- = Rp110.000.000,-


        Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 dari jumlah kumulatif tersebut adalah 50% x Rp110.000.000,- = Rp55.000.000,- , sehingga PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh Rumah Sakit Raja Sehat adalah :
        5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000,-
        15% x Rp5.000.000 = Rp 750.000,- (+)
        Total Rp3.250.000,-
        Karena bulan Maret telah dipotong Rp750.000,-, maka bulan April PPh yang harus dipotong Rp3.250.000,- - Rp750.000 = Rp2.500.000


        * Jumlah penghasilan bruto bagi Dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik adalah sebesar jasa Dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.


        Misalnya, Pasien Andi membayar tagihan Rumah Sakit Raja Sehat sebesar 25 juta, dengan rincian uang obat Rp5.000.000,- dan uang jasa Dokter Setiawan sebesar Rp20.000.000,-. Rumah Sakit Raja Sehat menerima bagi hasil dari uang jasa Dokter Setiawan sebesar 50% dari jumlah tersebut atau Rp10.000.000,- (sesuai dengan perjanjian).


        Rumah Sakit Raja Sehat memotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima Dokter B dari jumlah penghasilan bruto Rp20.000.000,- bukan dari jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagi hasil atau Rp10.000.000,-. Sehingga PPh Pasal 21 yang dipotong Rumah Sakit Raja Sehat adalah : 5% x (50% x Rp20.000.000) = Rp500.000,-


    * Hadiah atau penghargaan, bonus, gratifikasi atau imbalan dalam bentuk lain, karena sebagai dokter yang memberikan keuntungan bagi produsen obat-obatan atau alat kesehatan lainnya.


    Misalnya Dokter Setiawan (bukan pegawai tetap di PT Medika) menerima hadiah berupa tiket pesawat dan akomodasinya dari PT Medika senilai Rp50.000.000.
    PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi penghasilan :
    5% xRp50.000.000 = Rp2.500.000,-
    Dokter Setiawan wajib menerima bukti potong PPh Pasal 21 dari PT Medika dan menghitung kembali penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPh-nya.


    Apabila dari hadiah tersebut ternyata tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 dari PT Medika, maka Dokter Setiawan wajib menghitung dan membayar sendiri Pajak Penghasilan dari hadiah tersebut di dalam SPT Tahunan PPh-nya.


    * Laba usaha karena sebagai dokter yang buka praktek Dokter yang menerima penghasilan dari membuka praktek dapat menghitung PPh melalui 2 cara yaitu pembukuan atau pencatatan.


        a. Pembukuan.
        Laba usaha baik dari praktek maupun pekerjaan bebas seperti dokter sebagai tenaga ahli di Rumah sakit/Klinik Kesehatan, didapat dari hasil laporan Rugi Laba. Apabila Untung maka atas keuntungan tersebut dikenakan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh setelah terlebih dahulu dikurangi dengan PTKP setahun.
        Misalnya Dokter Vanny menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung besarnya PPh yang terutang selama satu tahun :
        Peredaran bruto/Omzet : Rp500.000.000
        Pengurangnya :
        Biaya operasional (gaji pegawai, peralatan, Obat, listrik, dll) :(Rp300.000.000)
        Penghasilan neto : Rp200.000.000
        Apabila Dokter Vanny sumber penghasilannya hanya dari praktek, maka PPh terhutang
        Penghasilan neto Rp200.000.000,-
        Pengurang
        PTKP (tk/-) (Rp 15.840.000,-)
        PKP Rp184.160.000,-
        PPh terutang :
        5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000,-
        15%x Rp134.160.000 = Rp20.124.000 +
        Total Rp22.624.000,-

        b. Pencatatan
        Laba usaha dari praktek maupun pekerjaan bebas seperti dokter sebagai tenaga ahli, didapat dari peredaran atau penerimaan bruto (omzet) selama satu tahun dikalikan norma penghitungan penghasilan neto (misalnya untuk praktek di Jakarta ditentukan norma penghasilan nettonya 45%).
        Hasil perkalian (Penghasilan neto) tersebut dikalikan dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh setelah terlebih dahulu dikurangi PTKP.
        Misalnya Dokter Anggita memperoleh penghasilan dari praktek di Jakarta dengan peredaran atau penerimaan bruto (omzet) setahun Rp300.000.000, dan dari Rumah Sakit Raja Sehat sebagai dokter tamu (praktek) Rp200.000.000,- (PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Rumah Sakit Raja Sehat sebesar Rp5.000.000,-).
        PPh terutang : Peredaran bruto setahun (Rp300.000.000,- + Rp200.000.000 = Rp500.000.000,-)
        Penghasilan Neto Rp500.000.000 x 45% = Rp225.000.000
        Pengurang :
        PTKP (tk/-) =(Rp 15.840.000)
        PKP Rp209.160.000,-
        PPh terutang :
        5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000,-
        15% x Rp159.160.000 = Rp23.874.000.-+
        Total Rp26.374.000,-
        PPh yang harus disetor Dokter Anggita ke Bank Persepsi atau Kantor Pos ( diasumsikan Dokter Anggita tidak memperoleh penghasilan lain pada tahun tersebut adalah : Rp 26.374.000,- - Rp5.000.000,- = Rp21.374.000,00


 Pajak Penghasilan bagi Dokter

Konsultan Pajak siap membantu anda menghitung PPh bagi Dokter.


Gunakan company directory dibawah ini untuk menghubungi kami baik untuk konsultasi maupun berminat menggunakan jasa kami. Kami akan segera merespon pertanyaan Anda secepat yang bisa kami lakukan. Terima kasih.

Camden Konsultan Pajak


Wisma Iskandarsyah Blok A-10
Jl. Iskandarsyah Raya Kav. 12 – 14 Jakarta Selatan 12160
Phone : 021-27091445
HP/WA : 081319863888

Email           : camdenkapital@gmail.com
Website       : www.camdenpajak.id | http://www.binajasakonsultanpajak.blogspot.com

 

0 komentar :

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Recommended