Dalam menghitung PPh Badan terutang dapat dihitung dengan 2 cara yaitu menggunakan norma serta dengan pembukuan. Perhitungan dengan norma relatif sederhana tetapi hanya usaha berskala kecil saja yang diperbolehkan menggunakannya.
Dalam menghitung PPh Badan terutang, perusahaan tetap mendasarkan diri dari laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan secara komersial. Dari laporan keuangan komersial tersebut selanjutnya dilakukan Rekonsiliasi Fiskal yaitu suatu mekanisme penyesuaian pelaporan penghasilan WP secara komersial menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan akhirnya dihasilkan laba/rugi fiskal.
Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi Fiskal dilakukan baik untuk pos-pos pendapatan maupun pos-pos biaya. Secara ringkas dilakukan rekonsiliasi fiskal dalam hal :
a. WP memiliki peghasilan yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
Apabila WP memiliki penghasilan yang dikenakan PPh Final maka penghasilan tersebut harus direkonsiliasi (dikeluarkan dari perhitungan PPh terutang pada akhir tahun) karena atas penghasilan tersebut telah dikenakan PPh Final sehingga kewajiban pembayaran pajaknya sudah selesai. Selanjutnya PPh Final yang sudah dibayar/dipotong atas penghasilan tersebut tidak boleh lagi menjadi kredit pajak.
Contoh : Perusahaan mendapatkan bunga dan Jasa giro dari bank. Penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari perhitungan PPh terutang pada akhir tahun (direkonsiliasi) karena sudah dipotong PPh final oleh bank.
b. WP memiliki penghasilan bukan merupakan objek pajak (Pasal 4 ayat (3))
Apabila WP memiliki penghasilan bukan merupakan objek pajak maka penghasilan tersebut harus juga direkonsiliasi karena WP tidak perlu membayar PPh atas penghasilan tersebut.
Contoh : PT Senior memperoleh dividen dari PT Junior yang merupakan anak perusahaan sebesar Rp 100 juta. Penyertaan PT Senior pada PT Junior sebesar 45 %. Penerimaan dividen tersebut tidak perlu diperhitungkan sebagai penghasilan dalam menghitung PPh terutang perusahaan tersebut pada akhir tahun karena bukan merupakan obyek pajak.
c. WP mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan / Non Deductible Expense (Pasal 9)
Apabila WP mengeluarkan biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan maka biaya tersebut tidak bisa diperhitungkan dalam menghitung PPh terutang pada akhir ahun (direkonsiliasi). Perlakuan yang berbeda atas biaya jenis ini menimbulkan adanya Beda Tetap yaitu perbedaan yang benar-benar riil serta bersifat pasti dan tetap karena antara SAK dan UU PPh terjadi pengaturan yang berbeda. Atas beda tetap ini Wajib Pajak harus mengoreksi perbedaan yang timbul.
Contoh beda tetap :
- Penggantian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan menurut PSAK adalah biaya sedangkan menurut pajak bukan biaya.
- Kerugian usaha di luar negeri menurut PSAK boleh dikurangkan sedangkan menurut pajak tidak boleh.
- Sanksi administrasi perpajakan menurut PSAK boleh menjadi biaya sedangkan menurut pajak tidak boleh.
d. WP mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang, tetapi metode pengakuan biaya tersebut diatur tersendiri oleh ketentuan fiskal.
Apabila WP mengeluarkan biaya yang metode pengakuannya diatur tersendiri oleh ketentuan pajak maka besarnya biaya yang boleh menjadi pengurang juga harus disesuaikan dengan ketentuan pajak.
Contoh :
Truk seharga 100 juta secara akuntansi dapat saja disusutkan selama 5 tahun. Tetapi menurut pajak truk tersebut harus disusutkan selama 8 tahun. Akibatnya akan terjadi selisih biaya penyusutan setiap tahunnya.
Selisih yang timbul akibat perbedaan metode pengakuan biaya antara SAK dan PPh disebut beda waktu. Pada prinsipnya jumlah kumulatif sama. Jadi yang membedakan hanyalah alokasi pada periode berjalan.
e. WP mengeluarkan biaya-biaya yang dikeluarkan bersama-sama untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh Final atau pendapatan yang bukan objek pajak serta pendapatan yang dikenakan PPh Non Final (Joint Cost).
Apabila WP mengeluarkan biaya yang semata-mata digunakan untuk mendapatkan penghasilan yang telah dikenakan PPh Final atau pendapatan yang bukan objek pajak, maka biaya tersebut harus direkonsiliasi seluruhnya. Adalah hal yang logis bila suatu penghasilan direkonsiliasi maka biaya yang benar-benar terkait untuk mendapatkan penghasilan tersebut juga ikut direkonsiliasi. Tetapi jika biaya tersebut digunakan untuk mendapatkan semua jenis penghasilan, misalnya biaya penyusutan gedung , maka biaya yang boleh menjadi pengurang penghasilan harus dihitung secara proposional.
Contoh :
Dana pensiun XYZ memiliki penghasilan sebagai berikut :
- Penghasilan yang bukan objek pajak (Pasal 4 ayat 3h) Rp 100.000.000
- Penghasilan bruto lainnya (Objek Pajak) Rp 300.000.000
Jumlah penhasilan bruto Rp 400.000.000
Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp 200.000.000,00, maka biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan adalah sebesar ¾ x Rp 200.000.000,00 = Rp 150.000.000,00.
SPT TAHUNAN PPH BADAN 2012 | CONTOH FORMAT REKONSILIASI FISKAL
SPT TAHUNAN PPH BADAN 2012 | CONTOH KASUS REKONSILIASI FISKAL
Kami juga menawarkan JASA PEMBUATAN SPT TAHUNAN PPH BADAN / ORANG PRIBADI dengan tarif yang kompetitif.
0 komentar :
Posting Komentar